Keperawatan Jiwa, Keperawatan Dasar, Komunikasi dalam Keperawatan, Perawatan Palliatif, Manajemen Keperawatan, Keperawatan Anak, Keperawatan Gerontik, Keperawatan Komunitas, Keperawatan Dewasa, Keperawatan Maternitas, Sistem Informasi Keperawatan, Caring, Promosi Kesehatan, Multimedia Keperawatan, Sistem Informasi Manajemen Keperawatan, Manajemen Mutu dalam Bidang Keperawatan, Perawat Profesional, Profesi Perawat, Kode Etik Keperawatan
Kamis, 13 Mei 2010
Kehidupan Bukan Seperti Cerita Novel
Selasa, 11 Mei 2010
Perilaku Asertif
Asertivitas adalah suatu kemampuan untuk mengkomunikasikan apa yang diinginkan, dirasakan, dan dipikirkan kepada orang lain namun dengan tetap menjaga dan menghargai hak-hak serta perasaan pihak lain. Dalam bersikap asertif, seseorang dituntut untuk jujur terhadap dirinya dan jujur pula dalam mengekspresikan perasaan, pendapat dan kebutuhan secara proporsional, tanpa ada maksud untuk memanipulasi, memanfaatkan ataupun merugikan pihak lainnya (Pratanti, 2007).
Menurut Pratanti (2007) Seorang yang asertif memiliki kriteria:
- Merasa bebas untuk mengekspresikan perasaan, pikiran dan keinginan
- Mengetahui hak mereka
- Mampu mengontrol kemarahan. Tidak berarti me-repress perasaan ini, akan tetapi mengontrol dan membicarakannya kembali dengan logis dan tidak dilandasi emosi semata.
Menurut Pratanti (2007) sikap atau pun perilaku agresif cenderung akan merugikan pihak lain karena seringkali bentuknya seperti mempersalahkan, mempermalukan, menyerang (secara verbal ataupun fisik), marah-marah, menuntut, mengancam, sarkase (misalnya kritikan dan komentar yang tidak enak didengar), sindiran ataupun sengaja menyebarkan gosip. Menurut Lazarus (Fensterheim, l980) dalam Iriani (2009) pengertian perilaku asertif mengandung suatu tingkah laku yang penuh ketegasan yang timbul karena adanya kebebasan emosi dan keadaan efektif yang mendukung yang antara lain meliputi : menyatakan hak-hak pribadi, berbuat sesuatu untuk mendapatkan hak tersebut, melakukan hal tersebut sebagai usaha untuk mencapai kebebasan emosi. Seseorang dikatakan bersikap tidak asertif, jika ia gagal mengekspresikan perasaan, pikiran dan pandangan/keyakinannya; atau jika orang tersebut mengekspresikannya sedemikian rupa hingga orang lain malah memberikan respon yang tidak dikehendaki atau negatif (Pratanti, 2009).
Perilaku asertif merupakan terjemahan dari istilah assertiveness atau assertion, yang artinya titik tengah antara perilaku non asertif dan perilaku agresif. Orang yang memiliki tingkah laku atau perilaku asertif orang yang berpendapat dari orientasi dari dalam, memiliki kepercayan diri yang baik, dapat mengungkapkan pendapat dan ekspresi yang sebenarnya tanpa rasa takut dan berkomunikasi dengan orang lain secara lancar. Sebaliknya orang yang kurang asertif adalah mereka yang memiliki ciri terlalu mudah mengalah/ lemah, mudah tersinggung, cemas, kurang yakin pada diri sendiri, sukar mengadakan komunikasi dengan orang lain, dan tidak bebas mengemukakan masalah atau hal yang telah dikemukakan (Fitri, 2009).
Menurut Sukaji (1983) dalam Fitri (2009) perilaku asertif adalah perilaku seseorang dalam hubungan antar pribadi yang menyangkut ekspresi emosi yang tepat, jujur, relatif terus terang, dan tanpa perasaan cemas terhadap orang lain. Perilaku asertif merupakan perilaku sesorang dalam mempertahankan hak pribadi serta mampu mengekspresikan pikiran, perasaan, dan keyakinan secara langsung dan jujur dengan cara yang tepat. Perilaku asertif sebagai perilaku antar pribadi yang bersifat jujur dan terus terang dalam mengekspresikan pikiran dan perasaan dengan mempertimbangkan pikiran dan kesejahteraan orang lain.
Kebanyakan orang enggan bersikap asertif karena dalam dirinya ada rasa takut mengecewakan orang lain, takut jika akhirnya dirinya tidak lagi disukai ataupun diterima. Selain itu alasan “untuk mempertahankan kelangsungan hubungan” juga sering menjadi alasan karena salah satu pihak tidak ingin membuat pihak lain sakit hati. Padahal, dengan membiarkan diri untuk bersikap tidak asertif (memendam perasaan, perbedaan pendapat), justru akan mengancam hubungan yang ada karena salah satu pihak kemudian akan merasa dimanfaatkan oleh pihak lain (Pratanti, 2007).
Orang yang memiliki tingkah laku asertif adalah mereka yang menilai bahwa oraang boleh berpendapat dengan orientasi dari dalam, dengan tetap memperhatikan sungguh-sungguh hak-hak orang lain. Mereka umumnya memiliki kepercayaan diri yang kuat. Menurut Rathus (l986) orang yang asertif adalah orang yang mengekspresikan perasaan dengan sungguh-sungguh, menyatakan tentang kebenaran. Mereka tidak menghina, mengancam ataupun meremehkan orang lain. Orang asertif mampu menyatakan perasaan dan pikirannya dengan tepat dan jujur tanpa memaksakannya kepada orang lain (Iriani, 2009).
Menurut Pratanti (2007) di bawah ini ada beberapa pertanyaan yang bisa ditanyakan pada diri sendiri yang dapat menjadi indikator asertivitas antara lain :
- Apakah anda terbiasa mengekspresikan secara jelas perasaan atau pandangan anda pada orang lain ?
- Apakah anda meminta tolong pada orang lain pada saat anda memang membutuhkan pertolongan ?
- Apakah anda mampu mengekspresikan kemarahan atau pun rasa tidak enak anda secara proporsional pada pihak lain yang telah membuat kamu merasa sakit hati ?
- Apakah anda suka bertanya pada orang lain pada saat menghadapi kebingungan ?
- Apakah anda mampu memberikan pandangan secara terbuka saat anda merasa tidak sepaham dengan pendapat orang lain ?
- Apakah anda sering berbicara di depan umum ?
- Apakah anda mampu untuk berkata “tidak” pada saat anda tidak ingin melakukan pekerjaan tersebut ?
- Apakah anda berbicara dengan sikap percaya diri, serta berkomunikasi secara hangat ?
- Apakah anda memandang wajah lawan bicara anda pada saat anda berbicara dengannya ?
Tips untuk berperilaku asertif yang dapat digunakan adalah (Pratanti, 2007) :
- Tentukan sikap yang pasti, apakah anda ingin menyetujui atau tidak. Jika kamu belum yakin dengan pilihan anda, maka anda bisa minta kesempatan berpikir sampai mendapatkan kepastian. Jika anda sudah merasa yakin dan pasti akan pilihan anda sendiri, maka akan lebih mudah menyatakannya dan anda juga merasa lebih percaya diri.
- Jika belum jelas dengan apa yang dimintakan pada anda, bertanyalah untuk mendapatkan kejelasan atau klarifikasi.
- Berikan penjelasan atas penolakan anda secara singkat, jelas, dan logis. Penjelasan yang panjang lebar hanya akan mengundang argumentasi pihak lain.
- Gunakan kata-kata yang tegas, seperti secara langsung mengatakan “tidak” untuk penolakan, dari pada “sepertinya saya kurang setuju..sepertinya saya kurang sependapat…saya kurang bisa…..”
- Pastikan pula, bahwa sikap tubuh anda juga mengekspresikan atau mencerminkan “bahasa” yang sama dengan pikiran dan verbalisasi anda …Seringkali orang tanpa sadar menolak permintaan orang lain namun dengan sikap yang bertolak belakang, seperti tertawa-tawa dan tersenyum.
- Gunakan kata-kata “Saya tidak akan….” atau “Saya sudah memutuskan untuk…..” dari pada “Saya sulit….”. Karena kata-kata “saya sudah memutuskan untuk….” lebih menunjukkan sikap tegas atas sikap yang anda tunjukkan.
- Jika anda berhadapan dengan seseorang yang terus menerus mendesak anda padahal anda juga sudah berulang kali menolak, maka alternatif sikap atau tindakan yang dapat anda lakukan : mendiamkan, mengalihkan pembicaraan, atau bahkan menghentikan percakapan.
- Anda tidak perlu meminta maaf atas penolakan yang anda sampaikan (karena anda berpikir hal itu akan menyakiti atau tidak mengenakkan buat orang lain)…Sebenarnya, akan lebih baik anda katakan dengan penuh empati seperti : “saya mengerti bahwa berita ini tidak menyenangkan bagimu…..tapi secara terus terang saya sudah memutuskan untuk …”
- Janganlah mudah merasa bersalah ! anda tidak bertanggung jawab atas kehidupan orang lain…atau atas kebahagiaan orang lain.
- Anda bisa bernegosiasi dengan pihak lain agar kedua belah pihak mendapatkan jalan tengahnya, tanpa harus mengorbankan perasaan, keinginan dan kepentingan masing-masing.
sumber : dimodifikasi dari berbagai sumber